Sabtu, 10 Desember 2011

PNS pun Berhak Kaya





Tak seorang pun yang terlahir di dunia ini mau ditakdirkan miskin. Apapun profesi yang mereka geluti merupakan sebuah usaha agar terpenuhinya kebutuhan keluarga. Pergeseran budaya masyarakat kita dari agraris ke industri setidaknya membawa dampak pada pola pikir, orientasi dan habit. Hampir tidak ada anak petani yang mau mewarisi pekerjaan orang tuanya. Setelah mereka menamatkan pendidikannya dipastikan tidak ingin bergelut kembali dengan lumpur, tentu ingin merubah status sosialdengan pendapatan yang lebih baik.
Beberapa tahun lalu sedikit sekali golongan usia muda yang bercita-cita menjadi pegawai negeri sipil, lantaran gaji kecil dan tunjangan-tunjangan lain yang relatif terabaikan. Namun, semua itu berubah semenjak adanya perubahan struktur gaji PNS ditambah lagi remunerasi yang sudah digulirkan beberapa departemen, sertifikasi guru dan kebijakan lain yang turut mendongkrak kesejahteraan PNS.Pegawai negeri sipil kini banyak diminati, bahkan pendidikan kedinasan sekarang laris manis diserbu para lulusan SLTA. Dengan alasan yang masuk akal, kuliah gratis, jaminan kerja, dan gaji yang “lumayan”.
PNS kini dengan take home pay “memadai” tanpa bersusah payah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) apalagi jika keduanya (suami-istri) berstatus sebagai PNS,dibawah managemen keuangan yang rapi bukan mustahil mereka dapat mencapai kebutuhan lain,sekunder dan tersier. Jika salah satu yang bekerja, kreativitas merintis usaha terbuka lebar, urusan modal bukan jadi persoalan, kini banyak perbankan memberi kemudahan fasilitas kredit bagi pegawai negeri. Cara-cara yang lebih elegan, ulet, tidak mudah menyerah dan hemat menjadi kata kunci untuk mengangkat ekonomi keluarga tanpa harus melakukan tindakan amoral (korupsi),
Semua kembali pada moralitas, tidak hanya PNS kelompok usahawan juga demikian. Antara pendapatan dengan keinginan berbanding lurus. Semakin tinggi pendapatan seseorang akan meningkat pula minat yang diinginkan. Selanjutnya, minat dan keinginan merupakan wujud respon dari lingkungan. Stimulus dan respon adalah dua elemen yang saling berinteraksi.
Segala sesuatu yang kita lihat, seperti; mobil-mobil mewah yang berseliweran dalam iklan, rumah-rumah megah yang banyak dimuat di rubrik media merupakan stimulus, bukan sekedar ruang pamer tapi hasrat untuk memiliki menjadi sangat manusiawi. Akhirnya, langkah-langkah “ilegal” untuk mendapatkan dan memiliki sesuatu yang belum saatnya atau bukan levelnya seakan mendapat legitimasi sosial.
Akhirnya, alangkah bijaknya bila kita melihat ke bawah bukan ke atas, kecukupan bukan kemarukan dan keserakahan.

Arahkan cursor anda untuk kelanjutannya dibawah ini :
http://adf.ly/?id=1161034

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com